tag:blogger.com,1999:blog-70358726827868074812024-03-21T10:01:43.025-07:00PERANGAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.comBlogger7125tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-26910447117152102642012-07-04T00:14:00.001-07:002012-07-04T00:14:44.541-07:00USAMA, PANGLIMA TERMUDA DALAM SEJARAH ISLAM<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
<br />
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; color: orange; text-align: center;">
<span style="font-size: medium;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigWu4vCV7k5MzNDuLDQaU5lZ1XTUt9I4lPQrMblDS8R0OJireRXqr8OAHJDmnsDM3JJbI461_1hrvB-bEUGUfGHiYLXjH3jcizn2-FaOC7wwcYa5gPxBMVGxAMhrH58uCOGba5z0P60ivv/s1600/USAMA.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigWu4vCV7k5MzNDuLDQaU5lZ1XTUt9I4lPQrMblDS8R0OJireRXqr8OAHJDmnsDM3JJbI461_1hrvB-bEUGUfGHiYLXjH3jcizn2-FaOC7wwcYa5gPxBMVGxAMhrH58uCOGba5z0P60ivv/s320/USAMA.jpg" width="320" /></a></span></div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Mekah tahun ketujuh sebelum hijrah. Ketika
itu Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> sedang susah karena tindakan kaum Qurasy yg menyakiti
beliau dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah menyebabkan
beliau senantiasa harus bersabar.<a name='more'></a> Dalam suasana seperti itu tiba-tiba
seberkas cahaya memancar memberikan hiburan yg menggembirakan. </span></div>
<a href="" name="more"></a><div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Seorang
pembawa berita mengabarkan kepada beliau “<b>Ummu Aiman </b>melahirkan seorang
bayi laki-laki.” Wajah Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> berseri-seri krn gembira menyambut
berita tersebut. Siapakah bayi itu? Sehingga kelahirannya dapat
mengobati hati Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> yg sedang duka berubah menjadi gembira ?
Itulah dia <b>Usamah bin Zaid</b>. Para sahabat tidak merasa aneh bila
Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> bersuka-cita dgn kelahiran bayi yg baru itu. Karena mereka
mengetahui kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>. Ibu bayi
tersebut seorang wanita Habsyi yg diberkati terkenal dgn panggilan “Ummu
Aiman”. Sesungguhnya Ummu Aiman adl bekas sahaya ibunda Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>
Aminah binti Wahab. Dialah yg mengasuh Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ </span></b>waktu kecil selagi
ibundanya masih hidup. Dia pulalah yg merawat sesudah ibunda wafat.
Karena itu dalam kehidupan Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> beliau hampir tidak mengenal
ibunda yg mulia selain Ummu Aiman. Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> menyayangi Ummu Aiman
sebagaimana layaknya sayangnya seroang anak kepada ibunya. Beliau sering
berucap “Ummu Aiman adl ibuku satu-satunya sesudah ibunda yg mulia
wafat dan satu-satunya keluargaku yg masih ada.” Itulah ibu bayi yg
beruntung ini. Adapun bapaknya adl kesayangan Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ </span></b>Zaid bin
Haritsah. Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya
sebelum ia memeluk Islam. Dia menjadi sahabat beliau dan tempat
mempercayakan segala rahasia. Dia menjadi salah seorang anggota keluarga
dalam rumah tangga beliau dan orang yg sangat dikasihi dalam Islam.
Kaum muslimin turut bergembira dgn kelahiran Usamah bin Zaid melebihi
kegembiraan meraka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa
terjadi krn tiap-tiap sesuatu yg disukai Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> juga mereka sukai.
Bila beliau bergembira mereka pun turut bergembira. Bayi yg sangat
beruntung itu mereka panggil <b><i>“Al-Hibb wa Ibnil Hibb”</i></b> . Kaum
muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yg masih bayi itu
dengap panggilan tersebut. Karena Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> memang sangat menyayangi
Usamah sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati. Usamah sebaya dgn
cucu Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> Hasan bin Fatimah az-Zahra. Hasan berkulit putih tampan
bagaikan bunga yg mengagumkan. Dia sangat mirip dgn kakeknya Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>. Usamah kulitnya hitam hidungnya pesek sangat mirip dgn ibunya
wanita Habsyi. Namun kasih sayang Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> kepada keduanya tiada
berbeda. Beliau sering mengambil Usamah lalu meletakkan di salah satu
pahanya. Kemudian diambilnya pula Hasan dan diletakkannya di paha yg
satunya lagi. Kemudian kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya
seraya berkata “Wahai Allah saya menyayangi kedua anak ini maka sayangi
pulalah mereka!” Begitu sayangnya Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> kepada Usamah pada suatu
kali Usamah tersandung pintu sehingga keningnya luka dan berdarah.
Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah tetapi
tidak mampu melakukannya. Karena itu beliau berdiri mendapatkan Usamah
lalu beliau isap darah yg keluar dari lukanya dan ludahkan. Sesudah itu
beliau bujuk Usamah dgn kata-kata manis yg menyenangkan hingga hatinya
merasa tenteram kembali. Sebagaimana Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> menyayangi Usamah waktu
kecil tatkala sudah besar beliau juga tetap menyayanginya. Hakim bin
Hazam seorang pemimpin Qurasy pernah menghadiahkan pakaian mahal kepada
Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>. Hakam membeli pakaian itu di Yaman dgn harga lima puluh
dinar emas dari Yazan seorang pembesar Yaman. Rasulullah enggan menerima
hadiah dari Hakam sebab ketika itu dia masih musyrik. Lalu pakaian itu
dibeli oleh beliau dan hanya dipakainya sekali ketika hari Jumat.
Pakaian itu kemudian diberikan kepada Usamah. Usamah senantiasa
memakainya pagi dan petang di tengah-tengah para pemuda Muhajirin dan
Anshar sebayanya. Sejak Usamah meningkat remaja sifat-sifat dan pekerti
yg mulia sudah kelihatan pada dirinya yg memang pantas menjadikannya
sebagai kesayangan Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>. Dia cerdik dan pintar bijaksana dan
pandai takwa dan wara. Ia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan
tercela. </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; color: orange; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizI899vqPu22R6wHL2Hfxg21BtPKgkLeVAXRiw3sq34N1cB564qwPpFbf3a1ps1-IjVYwlr2d86t73xnAvHeqTac1WCH-u97E5Pcp1mdltyYK5jGmrI1aX4ny5eKkzgxynOHUfjq42HjNf/s1600/USAMA2.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizI899vqPu22R6wHL2Hfxg21BtPKgkLeVAXRiw3sq34N1cB564qwPpFbf3a1ps1-IjVYwlr2d86t73xnAvHeqTac1WCH-u97E5Pcp1mdltyYK5jGmrI1aX4ny5eKkzgxynOHUfjq42HjNf/s320/USAMA2.jpg" width="265" /></a></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Waktu terjadi Perang Uhud Usamah bin Zaid datang ke hadapan
Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> . beserta serombongan anak-anak sebayanya putra-putra para
sahabat. Mereka ingin turut <i>jihad fi sabilillah</i>. Sebagian mereka
diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditolak krn usianya masih sangat
muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok anak-anak yg tidak diterima.
Karena itu Usama pulang sambil menangis. Dia sangat sedih krn tidak
diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; color: orange; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdwnIHM4Mfx8tzQn_ZShiz7Sz_UPG6i5cy2fx3jCaMhiUftpczEriiv8nxHaRbmtTBJU6mSYnfjSyiG2aCTPOKErQRJS28IkF4B90XyUCxql0JBlwzxvjg7DyrT_n0fVZVDAeMS5zAAwcC/s1600/USAMA3.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdwnIHM4Mfx8tzQn_ZShiz7Sz_UPG6i5cy2fx3jCaMhiUftpczEriiv8nxHaRbmtTBJU6mSYnfjSyiG2aCTPOKErQRJS28IkF4B90XyUCxql0JBlwzxvjg7DyrT_n0fVZVDAeMS5zAAwcC/s400/USAMA3.jpeg" width="400" /></a></div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Dalam Perang
Khandaq Usamah bin Zaid datang pula bersama kawan-kawan remaja putra
para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> supaya
kelihatan lbh tinggi agar beliau memperkenankannya turut berperang.
Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> kasihan melihat Usamah yg keras hati ingin turut berperang.
Karena itu beliau mengizinkannya Usamah pergi berperang menyandang
pedang <i>jihad fi sabilillah</i>. Ketika itu dia baru berusia lima
belas tahun. Ketika terjadi Perang Hunain tentara muslimin terdesak
sehingga barisannya menjadi kacau balau. Tetapi Usamah bin Zaid tetap
bertahan bersama-sama denga ‘Abbas Sufyan bin Harits dan enam orang
lainnya dari para sahabat yg mulia. Dengah kelompok kecil ini Rasulullah
<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi kemenangan.
Beliau berhasil menyelematkan kaum muslimin yg lari dari kejaran kaum
musyrikin. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Dalam Perang Mu’tah Usamah turut berperang di bawah komando
ayahnya Zaid bin Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas
tahun. Usamah menyaksikan dgn mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas
di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi Usamah tidak takut dan tidak
pula mundur. Bahkan dia terus bertempur dgn gigih di bawah komando
Ja’far bin Abi Thalib hingga Ja’far syahid di hadapan matanya pula.
Usamah menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah hingga pahlawan
ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yg telah syahid. Kemudian
komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah
komando Khalid. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Dengan jumlah tentara yg tinggal sedikit
kaum muslimin
akhirnya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum. Seusai peperangan
Usamah kembali ke Madinah dgn menyerahkan kematian ayahnya kepada
Allah. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam dgn mengenang segala
kebaikan almarhum. Pada tahun kesebelas hijriah Rasulullah menurunkan
perintah agar menyiapkan bala tentara utk memerangi pasukan Rum. Dalam
pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab,
Sa’ad
bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain sahabat yg
tua-tua.
Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> mengangkat Usamah bin Zaid yg muda remaja menjadi panglima
seluruh pasukan yg akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum
melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di
Balqa’ dan Qal’atut Daarum dekat Gazzah termasuk wilayah kekuasaan Rum.
Ketika bala tentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat
Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b>. sakit dan kian hari sakitnya makin keras. Karena itu
keberangkatan pasukan ditangguhkan menunggu keadaan Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> membaik.
Kata Usamah “Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat saya datang
menghadap beliau diikuti orang banyak setelah saya masuk saya dapati
beliau sedang diam tidak berkata-kata krn kerasnya sakit beliau.
Tiba-tiba beliau mengangkat tangan dan meletakkannya ke tubuh saya. Saya
tahu beliau memanggilku.” Tidak berapa lama kemudian Rasulullah <b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> pulang
ke rahmatullah. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah.
Khalifah Abu Bakar meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan
Usamah bin Zaid sesuai dgn rencana yg telah digariskan Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> .
Tetapi sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan
pemberangkatan pasukan. Mereka meminta Umar bin Khattab membicarakannya
dgn Khalifah Abu Bakar. Kata mereka “Jika khalifah tetap berkeras hendak
meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana dikehendakinya kami
mengusulkan panglima pasukan yg masih muda remaja ditukar dgn tokoh yg
lbh tua dan berpengalaman.” Mendengar ucapan Umar yg menyampaikan usul
dari kaum Anshar itu Abu Bakar bangun menghampiri Umar seraya berkata
dgn marah “Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau
tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasululllah. Demi
Allah tidak ada cara begitu!” Tatkal Umar kembali kepada orang banyak
mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dgn khalifah tentang
usulnya. Kata Umar “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah
belaiu menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani
membatalkan keputusan Rasulullah. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Maka pasukan tentara muslimin
berangkat di bawah pimpinan panglima yg masih muda remaja Usamah bin
Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki sedangkan
Usamah menunggang kendaraan. Kata Usamah “Wahai Khalifah Rasulullah!
Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. ”
Jawab Abu Bakar “Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak
naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor sementara mengantar engkau
berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau agama engkau kesetiaan
engkau dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat
kepada engkau laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah
kepadamu!” Kemudian Khalifah Abu Bakar lbh mendekat kepada Usamah.
Katanya “JIka engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya.
Izinkanlah dia tinggal utk membantu saya. Usamah kemudian
mengizinkannya. Usamah terus maju membawa pasukan tentara yg
dipimpinnya. Segala perintah Rasulullah<b> <span style="font-family: Simplified Arabic;">صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></b> kepadanya dilaksanakan
sebaik-baiknya. Tiba di Balqa’ dan Qal’atud Daarum termasuk daerah
Palestina, Usamah berhenti dan memerintahkan tentaranya berkemah.
Kehebatan Rum dapat dihapuskannya dari hati kaum muslimin. Lalu
dibentangkannya jalan raya di hadapan mereka bagi penaklukan Syam dan
Mesir. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<div style="color: orange;">
<span style="font-size: medium;">Usamah berhasil kembali dari medan perang dgn kemenangan
gemilang. Mereka membawa harta rampasan yg banyak melebihi perkiraan yg
diduga orang. Sehingga orang mengatakan “Belum pernah terjadi suatu
pasukan bertempur kembali dari medan tempur dgn selamat dan utuh dan
berhasil membawa harta rampasan sebanyak yg dibawa pasukan Usamah bin
Zaid.” Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan
dicintai kaum muslimin. Karena dia senantiasa mengikuti sunah
Rasulullah dgn sempurna dan memuliakan pribadi Rasul. </span></div>
<div style="color: orange;">
</div>
<span style="font-size: medium;">Khalifah Umar bin
Khattab pernah diprotes oleh putranya Abdullah bin Umar krn melebihkan
jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah
bin Umar “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan utk Usamah empat ribu sedangkan
kepada saya hanya tiga ribu. Padahal jasa bapaknya agaknya tidak akan
lbh banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah
agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar
“Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lbh disayangi Rasulullah daripada bapak
kamu. Dan pribadi Usamah lbh disayangi Rasulullah daripada dirimu.”
Mendengar keterangan ayahnya Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lbh
banyak daripada jatah yg diterimanya. Apabila bertemu dgn Usamah Umar
menyapa dgn ucapan <i>“Marhaban bi amiri!” </i> . Jika ada orang yg
heran dgn sapaan tersebut Umar menjelaskan “Rasulullah pernah mengangkat
Usamah menjadi komandan saya.” Semoga Allah senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya kepada para sahabat yg memiliki jiwa dan kepribadian agung
seperti mereka ini. Wallahu a’lam. </span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-29416433419719903312012-06-29T18:40:00.002-07:002012-06-29T18:40:56.993-07:00KISAH CINTA DALAM PERANG ACEH (Bag.3)<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuizP0NNjsQUG8n6wNC_2odHayPZI03xR4IcW_JBGGX7A24YPUboh2sO28rOSQEW0hXiJGe4ItiIEAaWmFX8fPvAAy8aTzYzAPJreQTNymz4WKchEREK-UALtxQAIcXbur5i9j10cjmZ1v/s1600/jamilah2.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="314" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuizP0NNjsQUG8n6wNC_2odHayPZI03xR4IcW_JBGGX7A24YPUboh2sO28rOSQEW0hXiJGe4ItiIEAaWmFX8fPvAAy8aTzYzAPJreQTNymz4WKchEREK-UALtxQAIcXbur5i9j10cjmZ1v/s400/jamilah2.jpeg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Mari kita berjuang bersama, Syarif,”</i> Husin berdiri dan mendekati Syarif, ia penuh semangat. <i>“Tidakkah kau menginginkan bidadari?”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Aku tak butuh bidadari,”</i> sahut Syarif ketus.<a name='more'></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Astagfirullahal’azim,”</i> Husin menggeleng, <i>“Sampai hati kau bicara begitu, Allah bisa murka kepadamu.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Aku ingin hidup bahagia bersama Jamilah, apakah aku tak bisa mendapatkannya?”</i> Nada suara Syarif mulai tinggi.</span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Apakah kau tidak memahaminya, Saudara?”</i> Raut wajah Husin berubah getir. Ia tak menyangka apa yang terjadi pada sahabatnya. <i>“Sebenarnya
Tuhan ingin menganugerahi kebahagiaan yang lebih besar untukmu. Dan
Jamilah tahu itu, karenanyalah dia meminta semua itu kepadamu.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Husin melangkah ke kamar, mengambil pedang, lalu berdiri dengan gagah di hadapan sahabatnya. <i>“Aku
bangga mengenalmu, dan menjadi saudaramu. Pikirkanlah semua yang telah
terjadi, semoga Allah menunjuki dirimu. Mohon maafkan aku. Terima kasih
banyak. Aku pamit.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Husin
mengucap salam dan melangkah cepat keluar gubug itu. Tinggallah Syarif
sendirian dalam gundah gulana yang segelap malam. Mulutnya sudah tak mau
bicara, hanya air matanya yang berurai tiada henti. Dalam semalam, ia
telah kehilangan segalanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><b>Rasa </b>kantuk
telah mati. Syarif tak tidur semalaman. Alam pikirannya berseliweran
tak henti-henti, membayang-bayang di hadapan pelupuk matanya. Matahari
baru naik sepenggalahan, sunyi merawankan. Suara ledakan tiba-tiba
terdengar, jauh dan dalam. Serangan Belanda rupa-rupanya telah dimulai.
Semua gambaran mengerikan terpampang jelas. Dan baur terusir pergi tidak
peduli. Jantung Syarif berdetak lebih kencang, pelipisnya
berdenyut-denyut, kepalanya pening. Napasnya memburu, dan realitas di
tempurung kepalanya berat menggantung. Ia ragu-ragu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tiba-tiba
suara ketukan terdengar dari pintu gubugnya. Ia melangkah gontai, dan
membuka pintunya, terbelalaklah matanya. Dua orang prajurit berdiri diam
membisu. Di antara mereka ada usungan, dan Husin terbaring tak bernyawa
di dalamnya. Tubuhnya telah dilapisi baju zirah yang berdarah-darah.
Matanya telah tertutup sampai ke akhir dunia.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Husin meminta semua ini sebelum ia syahid. Ia mau kaulah yang menguburkan jenazahnya,”</i> kata salah seorang prajurit itu. Kemudian mereka mengucap salam dan pergi.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dalam
sunyi berlinanglah lagi air mata di pipi lelaki itu. Ia melangkah
mendekati mayat saudaranya. Tubuh suci pejuang itu dibasuh air mata.
Syarif berlutut di dekat mayat Husin, dan doa-doa lirih melayang-layang,
menguap ke angkasa raya, terbang ke hadirat Tuhan.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Bahagianya dirimu,”</i> bisik Syarif, <i>“Kenalkan aku pada istrimu yang cantik itu.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif
menggendong jenazah sahabatnya. Digalinya sebuah liang lahat di dekat
gubug itu. Dikuburnya sahabatnya itu dalam kehormatan pakaian perang
yang berlumuran darah. Harum, ikhlas tanpa cela. Selesai memakamkan
sahabatnya ia berlari ke kamarnya, mengambil pedang, dan sebuah
bungkusan kain berwarna kuning dari balik tempat tidurnya. Ia keluar
dari sana dan berlari, tak sempat menutup pintu. Berlari, terus berlari.
Tak henti.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tak
lama kemudian sampailah ia di ambang pintu gubug Jamilah. Tangannya
gemetar, diketuknya pintu itu, dan diucapkannya salam. Tak harus
menunggu lama, Jamilah membukakannya, dan ia tegak di ambang pintu.
Syarif menatap kepedihan. Wajah Jamilah telah redup. Matanya sembab, ada
bayangan hitam di pelupuknya, tanda bahwa ia mencucurkan air mata
semalaman. Namun di tengah-tengah kepedihan Jamilah masih sudi
mempersembahkan senyum bagi lelaki yang dicintainya itu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHgGNOTdfRY-nXJf7w6L6690bP7MqhAr_mfa8mKTRWzOYOnGbC4heOXVLqp3L3DSVv-jTZ-7kTW0TNxtVdI67HDqdjAx1lixgUCf6hFHWpPCaf_fsCcnkAdA8Wze2yth-jyCQW0UvWXUs/s1600/25_un.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHgGNOTdfRY-nXJf7w6L6690bP7MqhAr_mfa8mKTRWzOYOnGbC4heOXVLqp3L3DSVv-jTZ-7kTW0TNxtVdI67HDqdjAx1lixgUCf6hFHWpPCaf_fsCcnkAdA8Wze2yth-jyCQW0UvWXUs/s320/25_un.jpg" width="320" /></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Suara
dentum ledakan samar-samar di telinga mereka. Hati meracau, dan hidup
penuh galau. Sepasang pencinta itu berhadap-hadapan, membisu beberapa
detik sebab jiwa menggelora. Apa yang harus mereka ucapkan, yang mereka
tahu hanya kata cinta. Dan mereka hanya diam, ingin menyelami seberapa
dalam hati mereka.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif
merogoh saku celananya, mengambil bungkusan kain berwarna kuning itu.
Dibukanya ikatannya, dan ia sodorkan bungkusan itu kepada Jamilah dengan
kedua belah tangannya. Jamilah terkejut, ia mendekap mulutnya. Isi
bungkusan itu adalah sebuah gelang emas. Hanya sebuah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Ini jeulamee [<b><span>10</span></b>] untukmu,” </i>kata Syarif, “Terimalah, aku dapatkan ini dengan susah payah hanya untukmu.”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Jamilah
ragu, tapi ia layangkan juga tangannya untuk mengambil benda itu dengan
gemetar. Ia dekap gelang itu di dadanya, dan hatinya menguapkan
puji-pujian hanya kepada Tuhan. Air matanya telah berlinang. Beberapa
detik berlalu mereka hanya diam. Tak kuasa berkata apa-apa.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Suara
dentuman sayup-sayup terdengar lagi. Membuyarkan angan-angan mereka
tentang keindahan pernikahan yang tak akan pernah terlaksana. Cinta
mereka suci, namun tak kuasa mereka menyatukannya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Aku akan berangkat berperang,”</i> kata Syarif dengan gemetar, wajahnya menunduk menatap tanah, tak sanggup memandang wajah kekasihnya. <i>“Aku mencintaimu, sungguh-sungguh mencintaimu. Aku tak ingin bidadari, aku hanya menginginkanmu. Jaga dirimu baik-baik.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif
berbalik dan melangkah cepat meninggalkan kekasihnya. Ia berlari sambil
menenteng pedang di tangan kanannya. Jiwanya menggelora, ia menangis.
Tapi belum jauh ia berlari, langkahnya telah terhenti.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Cutbang, tungguuuu,”</i> Jamilah memanggil.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif
menoleh ke belakang, ia melihat Jamilah masuk ke dalam gubugnya.
Beberapa detik kemudian ia keluar lagi dengan menenteng pedang. Ia
berlari mendekati Syarif. Gelang emas itu tetap didekapnya di dadanya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Jamilah menatap dalam-dalam mata kekasihnya itu, <i>“Demi Allah aku mencintaimu, Cutbang. Aku ingin bahagia bersamamu. Ingin sekali.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Ledakan-ledakan
terdengar lagi. Dentuman senjata membahana sunyi. Rentetan peluru tak
putus-putus. Jauh dan sabar, sendu dan pilu. Senyum merekah di wajah
Syarif.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Aku tak ingin bidadari, aku hanya ingin dirimu. Perang Sabil menunggu kita, mari berangkat.”</span></i></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Mereka
berjalan cepat, bersisian. Pedang kokoh dalam genggaman masing-masing.
Pandangan mereka lurus ke depan, menatap perjuangan yang jadi amanah
Tuhan. Baru kali itu senyum merekah di bibir mereka berdua,
bersama-sama. Gelang emas teguh dalam dekapan Jamilah, seteguh Syarif
mendekap cintanya. Mereka bertempur bersama-sama dalam Perang Sabil.
Menggadaikan cinta mereka demi perjuangan, dalam kebesaran jiwa, dalam
keikhlasan, dalam cinta. Dan berbahagialah mereka selamanya dengan cinta
mereka. Tuhan sendiri yang menikahkan mereka. Para malaikat menjadi
saksi-saksinya. Bidadari-bidadari jadi pengiring-pengiringnya. Seisi
surga berbahagia…[TAMAT]</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><br /></span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
[10] Mas kawin (mahar).
</div>
<div style="background-color: white; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<span style="font-size: large;"><br /></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-35704988041879299642012-06-29T18:35:00.000-07:002012-06-29T18:41:41.999-07:00KISAH CINTA DALAM PERANG ACEH (Bag. 2)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMwm4nmMhtrtSu5q2N8bi8izKH_7dRUpgCg3fi6Ng98zXlJRlLgUJeUSdrf03sZgjd15FJ77U8KyeNNKDaLnUL7FqyvwsZ6lrXgkQSao6hZvpCwmEeZeRCplMLBQe3UmbTAv5K6H97_nvn/s1600/perang+aceh3.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="260" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMwm4nmMhtrtSu5q2N8bi8izKH_7dRUpgCg3fi6Ng98zXlJRlLgUJeUSdrf03sZgjd15FJ77U8KyeNNKDaLnUL7FqyvwsZ6lrXgkQSao6hZvpCwmEeZeRCplMLBQe3UmbTAv5K6H97_nvn/s400/perang+aceh3.jpeg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Di
tengah-tengah hiruk-pikuk dan kerumunan orang-orang Lampadang itu
Syarif mengernyit menatap Teuku Nanta. Mulutnya tak mau berkata apa-apa.
Husin hanya menekur saja. Mereka terkejut alang-kepalang, ternyata
kapal-kapal Belanda yang mengapung di mulut Pantai Ceureumen membawa
kabar perang. Tiba-tiba Syarif menepuk bahu Husin dan berbisik
kepadanya.</span></span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Mari pergi.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Mereka berdua melangkah cepat, batang obor getir mereka genggam, nyala apinya menerangi langkah mereka.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Antarkan aku ke rumah Jamilah,” </i>kata Syarif. Husin mengangguk tanpa bicara apa-apa, mereka terus melangkah, tergesa-gesa.</span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_jVY5YLmqX8ZIZPTXyYMYeuRWIsuhD0NEmKTVVySjHvfhUZabmuwSupRGxQeQwr9LPadxslZCp0AOMojtaRNNXB-4f4ShhDz4zXsgSba6ifoh1EURimLuZjuj5jYG4eObUtMOMFoB4IyC/s1600/perang+aceh4.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="268" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_jVY5YLmqX8ZIZPTXyYMYeuRWIsuhD0NEmKTVVySjHvfhUZabmuwSupRGxQeQwr9LPadxslZCp0AOMojtaRNNXB-4f4ShhDz4zXsgSba6ifoh1EURimLuZjuj5jYG4eObUtMOMFoB4IyC/s400/perang+aceh4.jpeg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Gubug itu berdiri rapuh. Sebatang obor menyala di ambang pintunya. Syarif dan Husin telah berdiri tegak di sana.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Assalamu’alaikum,”</i>
Syarif mengetuk pintu. Tak ada jawaban. Ia mengulang salam dan mengetuk
lagi, tetap tak ada jawaban. Ia mengucap salam yang ketiga, mengetuk
makin keras, tapi tetap tak ada jawaban. <i>“Kemana perginya Jamilah?”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Husin
hanya menggeleng. Tiba-tiba mereka mendengar suara salam di belakang
mereka. Suara salam seorang perempuan. Mereka menoleh, dan berdirilah
Jamilah di sana sambil menenteng obor. Garis wajahnya yang cantik
menyiratkan kegalauan. Sorot mata indahnya mengandung kekhawatiran.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Jamilah,
kemasi pakaianmu sekarang juga, kita pergi dari sini. Belanda telah
menyatakan perang tadi pagi. Cepatlah, tak ada waktu lagi”</i> Syarif tergesa-gesa. Kata-katanya berhamburan begitu saja dari mulutnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivEsQk6XK3mZRCtQm0xofSnvuNQq_KdCaJ0eqPiY4cKvCcHCdsT_QX6qBNpwYNmKW_QadxeJzEB17sJGucCupxGBUnay-z3gLWm14M3rfDbD4KwwJuzJ2rA4geBBg4KV-kTUBytK64Cxlw/s1600/jamilah.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivEsQk6XK3mZRCtQm0xofSnvuNQq_KdCaJ0eqPiY4cKvCcHCdsT_QX6qBNpwYNmKW_QadxeJzEB17sJGucCupxGBUnay-z3gLWm14M3rfDbD4KwwJuzJ2rA4geBBg4KV-kTUBytK64Cxlw/s400/jamilah.jpeg" width="367" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Namun
Jamilah diam saja, tak beranjak sama sekali dari tempatnya berdiri.
Matanya menatap getir kepada Syarif. Bibirnya gemetar menahan perasaan.
Ia telah tahu apa yang terjadi, jauh sebelum Syarif mengatakannya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Aku telah tahu, Cutbang [<b>8</b>],”</i> suara Jamilah bergetar. <i>“Cut Nyak Din [<b>9</b>] menceritakannya kepadaku.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif makin tergesa-gesa. <i>“Kalau kau telah tahu berarti kau telah berkemas! Kalau begitu cepatlah, kita berangkat sekarang juga.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Sorot
mata Jamilah makin getir. Air mukanya keruh, menggambarkan berat beban
yang ditanggung jiwanya. Ia menunduk, dadanya berguncang keras, hancur
berantakan dihantam lara. Kelopak matanya sudah tak sanggup lagi
membendung cairan hangat yang suci itu. Ia menangis, berlinanglah air
matanya membasuh wajahnya. Alis Syarif mengerut, Husin diam saja.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Sabarlah, kita pergi dari sini, kemasi pakaianmu,”</i> Syarif terus mendesak. <i>“Cepatlah!”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Jamilah
mengangkat tangannya, menghapus air matanya. Ia menegakkan wajahnya,
tersenyum kepada Syarif. Dan dalam kegelapan, dalam keremangan cahaya
obor, terlihatlah betapa cantiknya Jamilah. Dan kecantikan itu baru
pertama kali disaksikan Syarif.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Pulanglah, Cutbang,”</i> kata Jamilah lirih. <i>“Bersiaplah! Pergilah berperang!”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Seribu
pedang seakan-akan mencabik-cabik jantung Syarif ketika mendengar
kata-kata Jamilah. Alisnya bertaut tak mengerti. “Apa yang kau bilang
itu? Akan pecah perang di Aceh, kita harus pergi dari sini, secepatnya.
Cepat kemasi pakaianmu.”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Tidak, Cutbang! Pulanglah! Kau harus berangkat berperang.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Kenapa kau ini, Jamilah? Kita akan menikah tak lama lagi, kita harus pergi dari sini.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Air mata Jamilah berlinang lagi. Ia sesenggukan, kepalanya menggeleng perlahan. <i>“Aku tahu itu! Tapi penjajah hendak merampas Aceh, kewajiban kitalah membelanya.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Demi Allah aku mencintaimu, Jamilah. Aku ingin menikahimu, sebab itu kita harus pegi dari sini.”</span></i></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dalam derai air mata itu terkembanglah senyum yang aneh di wajah Jamilah. <i>“Aku
pun mencintaimu, tapi aku tidak lebih berharga dari tanah Aceh. Belalah
negeri ini, Cutbang, berperanglah. Jangan pikirkan lagi pernikahan
kita, aku ikhlas. Dan aku akan bangga kepadamu, sebab aku telah
mencintai laki-laki yang tepat.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Mengapa
begini kau bicara? Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, hanya
dirimu! Aku mohon pergilah bersamaku, Jamilah. Aku mencintaimu… aku tak
punya siapa-siapa.”</i> Air mata Syarif telah berderai.</span><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Kakinya lemas, ia jatuh berlutut, wajahnya menunduk kepada tanah. <i>“Aku ingin bahagia… aku ingin bahagia bersamamu.”</i></span></span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Tak
ada lagi tempat bagi kita kalau penjajah telah merampas tanah kita.
Kita tak bisa pergi kemana-mana, sebab mereka telah menebarkan
kezaliman. Walaupun kita menikah, tak akan ada lagi kebahagiaan bersama
kita kalau penjajah telah tegak di halaman rumah kita. Karena aku
mencintaimu, semua ini aku pinta darimu.” </span></i><br /><br /><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Saat
kata-kata itu keluar dari mulut Jamilah air mata makin deras berderai di
pipinya. Kakinya gemetar. Taufan badai berkecamuk di dalam hatinya
tatkala keputusan untuk mengatakan itu diambilnya. Sebenarnya ia tak
sanggup, tapi ia kuatkan hatinya sekuat-kuatnya. “Aku mencintaimu,
karena itu berangkatlah berperang, Cutbang!”</span></span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif
menangis terisak-isak, punggungnya berguncang. Ia menutup wajahnya
dengan kedua belah tangannya. Jamilah meniup obor di genggamannya. Ia
berjalan gontai, hatinya remuk dihancurkan nerstapa. Ia melangkah masuk
ke dalam gubugnya, menutup pintu, dan menguncinya. Di dalam ia menangis
sejadi-jadinya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Husin
yang diam saja dari tadi melangkah mendekati sahabatnya. Ia menggamit
bahu Syarif dan membangunkannya. Mereka melangkah pulang. Sesampainya di
gubug mereka bermenunglah mereka. Diam sejuta bahasa. Lewat tengah
malam Husin angkat bicara.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Maafkan aku, Saudara,”</i> kata Husin terbata-bata, <i>“Aku akan berangkat berperang. Aku ingin beristri seorang bidadari.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Belum tuntas guncangan karena Jamilah di kepala Syarif, sekarang Husin malah menambah-nambahnya. Ia membelalak kepada Husin. <i>“Sekarang
kau pun bicara begini. Kau ingin meninggalkan aku? Kita pergi dari
sini, jauh dari sini, agar Belanda jahanam itu tak bisa mengganggu
kita.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Aku
pun berpikir begitu tadinya. Tapi sungguh aku bangga kepada Jamilah. Ia
mengajarkan aku tentang cinta. Begitulah cinta, Syarif, cinta itu
kebesaran jiwa. Kewajiban kita adalah saling mencintai, bukan saling
memiliki. Setiap kita adalah milik Allah, kalau Allah ingin mengambilnya
kembali kita hanya bisa ikhlas menerimanya. Sekarang Allah menguji kita
dengan mendatangkan Belanda yang hendak menjajah tanah kita, apakah
kita bisa melaksanakan perintahNya untuk membela Aceh?”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Ya Allah…ya Rabbi,”</i> Syarif menutup wajahnya dengan kedua belah telapak tangannya. Ia terbenam di kursinya. <a href="http://musuhmuslimin.blogspot.com/2012/06/kisah-cinta-dalam-perang-aceh-bag3.html"><b>(To be continue...)</b></a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<br />
<li>[8] Abang, panggilan untuk laki-laki yang lebih tua.</li>
<li>[9] Seorang pahlawan wanita dari Aceh, beliau adalah puteri dari Teuku Nanta Seutia.\</li>
<br />
<div style="background-color: white; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br />
Read more: <a href="http://www.atjehcyber.net/2011/08/kisah-cinta-dalam-perang-sabil.html#ixzz1zEhtXUxG" style="color: #003399;">http://www.atjehcyber.net/2011/08/kisah-cinta-dalam-perang-sabil.html#ixzz1zEhtXUxG</a></div>
</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="background-color: white; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<span style="font-size: large;"><br /></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-19192017670730725682012-06-29T18:23:00.002-07:002012-06-29T18:36:10.487-07:00KISAH CINTA DALAM PERANG ACEH (Bag. 1)<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZiNispdxitE6VF1GKSU8Qa0oxQYMs-OS2woFeOYyzGFC-GAZPhpr3_Bl0VjaeRclgUuVeLLjhcOZla_gn8Ivs7h79u9A4Vkmty35IFVuyahq_l5WdPk6JoF7zyINToqTkxfh6UChvnQs/s1600/kisah+cinta+perang+sabil.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZiNispdxitE6VF1GKSU8Qa0oxQYMs-OS2woFeOYyzGFC-GAZPhpr3_Bl0VjaeRclgUuVeLLjhcOZla_gn8Ivs7h79u9A4Vkmty35IFVuyahq_l5WdPk6JoF7zyINToqTkxfh6UChvnQs/s1600/kisah+cinta+perang+sabil.jpg" /></a></span></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>Kisah Cinta dalam Perang Sabil</b> (Diangkat dari Peristiwa Perang Aceh)</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: large;">*</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>Oleh <b>Sayf Muhammad Isa</b> (*</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
</span></span></div>
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><b>Akan</b> kuceritakan kepadamu sebuah riwayat penuh pesona, tentang cinta.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div class="cover">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><b>Ketika </b>itu
Pelabuhan Ulee Lheu bersemu emas senja. Matahari dihisap lautan dan
kian menghilang. Pelabuhan yang ramai di Banda Aceh itu mulai
ditinggalkan orang-orang yang kelelahan bekerja seharian. Semenjak zaman
Sultan Iskandar Muda pelabuhan itu sudah menjadi tempat berniaga
orang-orang dari banyak negara. Hingga hari itu, di abad ke-19, saat
bencana terus merayap, perlahan tapi pasti, hendak menghancurleburkan
tanah Aceh.</span></span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Di
Pantai Ceureumen, tak jauh dari pelabuhan, duduklah dua orang pemuda
yang bernama Syarif dan Husin. Sore itu keringat bercucuran di sekujur
tubuh mereka sebagaimana biasa, sebab mereka adalah kuli di pelabuhan
yang ramai itu. Butiran pasir pantai mengusap-usap hidup mereka yang
getir. </span><br /><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span><br /><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Mereka
miskin, yatim piatu, sebatang kara, namun itu semua tak kuasa mengusir
senyum dari wajah mereka, dan hidup mengalir dengan kesyukuran untuk
semua yang telah dianugerahkan Tuhan. Angin membelai wajah mereka yang
masih muda, yang teguh tegar dipukul nasib. Dan melepas penat dalam
senja di Pantai Ceureumen menjadi kekayaan teragung bagi mereka, yang
lebih berharga dari harta sepenuh dunia.</span></span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Lihatlah itu, Husin,”</i> telunjuk Syarif teracung, menunjuk kepada sesuatu di tengah lautan.</span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Kapal-kapal Belanda itu sudah tiga hari mengapung di situ. Tak bergerak sama sekali. Apa yang sebenarnya mereka mau?”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Memang agak aneh juga,”</i>
sahut Husin. Matanya menatap kepada bendera tiga warna Belanda yang
berkibar di tiang kapal itu. “Tapi biarkan sajalah, yang penting mereka
tidak mengganggu kita.”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Dari kabar-kabar yang kudengar ada utusan Belanda yang menghadap Sultan. Hendak membuat perjanjian.”</span></i></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Aku
rasa tentang persoalan perbatasan dengan wilayah-wilayah di selatan
yang kabarnya sudah banyak yang berada di bawah penguasaan Belanda.”</span></i></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Mereka seenaknya saja mencaplok wilayah-wilayah Aceh.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Semoga semuanya baik-baik saja,”</i> Husin menatap wajah sahabatnya lalu tersenyum. <i>“Bagaimana perasaanmu? Pernikahanmu tak lama lagi!”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Ah, tak tahulah, Husin,”</i> sahut Syarif. Ia tersenyum tipis. Matanya tetap kepada kapal-kapal Belanda yang teguh itu. <i>“Semua perasaan campur aduk menjadi satu.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Tapi kau senang kaaan?”</i> Husin tersenyum lebar, ia menyikut bahu Syarif. <i>“Saking
senangnya aku melihatmu bekerja keras seperti orang gila. Bisa-bisa
remuk tangan dan kakimu itu memanggul peti-peti lada kalau tak
beristirahat.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Aku harus melakukan itu, aku ingin membahagiakan istriku kelak. Aku ingin mencukupinya.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Husin tersenyum bahagia, larut dalam kebahagiaan sahabatnya. <i>“Selepas kau menikah nanti, aku akan pindah. Kau berbahagialah berdua dengan istrimu.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Syarif terkejut mendengar kata-kata sahabatnya, ia menatap heran kepada Husin. <i>“Apa
yang kau bilang itu? Kau saudaraku, kita tetap akan bersama apapun yang
terjadi. Dengan aku menikah bukan berarti kau harus pergi.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Aku hanya ingin kau bahagia,”</i> Husin masih tersenyum, <i>“Kau pasti ingin berdua saja dengan istrimu.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: left;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Aku tak bahagia kalau kau pergi,”</i> Syarif melotot kepada Husin. <i>“Dan jangan pernah bicara begitu lagi.”</i></span></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Husin menunduk dan terus tersenyum. <i>“Terima kasih banyak. Kau selalu menolongku semenjak kita bertemu tiga tahun yang lalu.”</i>
Dan angan-angannya mengembara saat Syarif menolongnya dari serangan
seekor harimau yang berhasil melukai kakinya. Syarif merawatnya, dan
sejak itu ia tinggal di gubug Syarif di kampung Lampadang [<b>1</b>]. Ketika itulah persahabatan mereka dimulai.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Aku
ini sebatang kara. Tapi kemudian Allah memberiku saudara. Tak akan aku
biarkan sesuatu yang buruk menimpa saudaraku itu. Kau telah
menyelamatkan aku dari kesendirian. Terima kasih banyak.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Hei, maukah kau menolongku sekali lagi?” Husin berseri-seri. Ia mencolek pinggang Syarif.</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Apa?”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Carikanlah aku seorang istri. Aku juga ingin beristri sepertimu.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">“Hahahaha… Tenang saja, nanti Jamilah akan mencarikannya untukmu.”</span></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">***</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheZlQjddaA1kjuBybGxi8Br2YVpJhyphenhypheno2P8Ok8U2tfqVUBR596cehIMLmf9DYVQk_sJKLsKQvz6UEwNjxanCMhHIrB5wmqKVJxsPGS-I3Zv2-CWk68xvxBWH0-x63cSqhIua83yUBitdS0z/s1600/PERANG+ACEH.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="302" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheZlQjddaA1kjuBybGxi8Br2YVpJhyphenhypheno2P8Ok8U2tfqVUBR596cehIMLmf9DYVQk_sJKLsKQvz6UEwNjxanCMhHIrB5wmqKVJxsPGS-I3Zv2-CWk68xvxBWH0-x63cSqhIua83yUBitdS0z/s400/PERANG+ACEH.jpeg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><b>Pada </b>sore
yang sama di sisi lain Pantai Ceureumen berdirilah seorang perempuan
muda seorang diri. Jamilah, nama perempuan itu. Pandangan matanya
melayang menatap teguh kapal-kapal Belanda di lautan. Angin halus
menelisik kain kerudung lusuhnya yang rapuh diterjang nasib. Ia
sendirian di dunia ini, tak punya siapa-siapa lagi. Untuk hidupnya ia
menjual kayu bakar di Pelabuhan Ulee Lheu.</span><br /><br /><span style="font-family: inherit;">Sebuah
gubug peninggalan orang tuanya di Lampadang menjadi tempatnya bernaung.
Ketika itu angan-angannya melambung ke angkasa, kepada cinta. Ia
bersyukur kepada Tuhan sebab telah menganugerahinya jodoh seorang pemuda
yang baik hati, giat bekerja, dan taat beragama. Dan ia sungguh-sungguh
mencintai pemuda itu. Pemuda yang tak lama lagi akan menikahinya,
Syarif.</span></span>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Malam
merayap sudah. Mengambang memayungi tanah Aceh. Gelap hitam
berbayang-bayang, namun indah rupawan. Dan kedamaian jadi udara yang
dihirup semua orang. Malam itu agak berbeda. Para lelaki di Lampadang
ramai berkumpul di sebuah lapangan di hadapan meunasah [<b>2</b>].
Tangan-tangan mereka menggenggam obor yang kobaran apinya meliuk-liuk
gemulai. Malam itulah semua orang akan mengetahui apakah kedamaian masih
akan bertahan di tanah Aceh.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Teuku Nanta Seutia [<b>3</b>], uleebalang [<b>4</b>] Enam Mukim [<b>5</b>],
berwajah muram saja malam itu. Ia duduk di punggung kudanya, menatap
wajah-wajah keras rakyatnya yang menunggu. Sebab kabar yang dibawanya
lebih hitam dari kematian.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Assalamu’alaikum,”</i> ia memulai dalam suara gemetar, dan semua orang bergumam menjawabnya. <i>“Aku
menyerukan kepada saudara-saudara untuk mempersiapkan diri. Tadi pagi
utusan Belanda datang menghadap Sultan, menyampaikan sepucuk surat, dan
telah nyata di dalam surat itu, Belanda menyatakan perang kepada Aceh.
Sebab Aceh tidak mau memenuhi apa yang mereka pinta.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dengungan-dengungan
tiba-tiba menyeruak dari kerumunan orang-orang Lampadang itu. Mereka
tenggelam dalam keterkejutan yang mematikan. Jantung-jantung berdetak
lebih cepat, napas naik ke tenggorokan. Mereka saling bicara satu sama
lain tentang berita dari Teuku Nanta.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Teuku
Nanta mengangkat tangan kanannya penuh wibawa. Dalam sekejap keributan
itu mereda, semua orang kembali memerhatikan Teuku Nanta. “Mengapa kita
menolak? Sebab kaum penjajah hendak merampas Aceh. Hendak merampas
negeri kita. Hendak merampas kemerdekaan kita. Hendak merampok harta
benda tanah kita. Mereka hendak menjajah.”</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Teuku Nanta mencabut rencong [<b>6</b>] yang tersemat di perutnya. Ia mengacungkannya tinggi menusuk langit malam. <i>“Allah
dan RasulNya memerintahkan kita untuk melawan sekuat tenaga apabila
kaum penjajah datang hendak merampas tanah kita. Mereka telah menyatakan
perang, dan kewajiban kitalah untuk mengobarkan Perang Sabil [<b>7</b>]
demi melawan mereka. Jangan ragu! Jangan takut! Bagi orang-orang yang
ikhlas berjuang Allah akan menghadiahinya sorga. Yang di muka pintunya
berdiri bidadari-bidadari, mereka menunggu suami dari Perang Sabil.”</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“ALLAAAAAHU AKBAR,”</i> Teuku Nanta memekik.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dan
takbir berkumandang merobek malam. Berhamburan ia dari mulut
orang-orang yang teguh yang detik itu juga telah menggadaikan nyawa
mereka demi membela negeri, memenuhi amanah Tuhan mereka untuk melawan
penjajah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>“Pulanglah!
Persiapkanlah diri dan senjata!. Besok subuh datanglah ke Pantai
Ceureumen, sebab Belanda akan menyerbu dari sana. Sesungguhnya Allah
bersama kita. ALLAAAAAHU AKBAR.”</i> Dan gegap gempita memenuhi malam. <a href="http://musuhmuslimin.blogspot.com/2012/06/kisah-cinta-dalam-perang-aceh-bag-2.html"><b>(To be continue ..)</b></a></span></span></div>
</div>
</div>
<span style="font-size: large;"><br /></span><br />
<br />
Keterangan :<br />
<br />
<ul>
<li>[1] Sebuah nama kampung di Aceh pada abad ke-19.</li>
<li>[2] Semacam balai rakyat dalam bahasa Aceh.</li>
<li>[3] Beliau adalah ayah dari Cut Nyak Din.</li>
<li>[4] Semacam kepala pemerintahan dari suatu daerah yang terdiri dari kumpulan kampung di Aceh abad ke-19.</li>
<li>[5] Nama suatu wilayah kekuasaan adat di Aceh abad ke-19.</li>
<li>[6] Belati unik khas Aceh. Bentuk dan ukurannya melambangkan status sosial tertentu.</li>
<li>[7] Perang Sabil (diambil dari kata dalam bahasa Arab sabilillah
(jalan Allah) adalah serangkaian peperangan yang terjadi antara
Kesultanan Aceh dan penjajah Belanda pada abad ke-19. Istilah ini kerap
disebut oleh orang Aceh pada masa itu.</li>
</ul>
<br />
Read more: <a href="http://www.atjehcyber.net/2011/08/kisah-cinta-dalam-perang-sabil.html#ixzz1zEdjbt51" style="color: #003399;">http://www.atjehcyber.net/2011/08/kisah-cinta-dalam-perang-sabil.html#ixzz1zEdjbt51</a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-34462473396324370152012-06-29T03:44:00.003-07:002012-06-29T03:44:53.945-07:00MENYELAMI PERANG BADAR (Bag. 3)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhubMm7pkdQ5llpHmN9r8P-jziorMUN1aMGkGm9vGSfCM2g0xnD8hTKpk5kcpW2HFLahHwqNePhdrQibSMNCImyhKUM3Oy9EnDAh3IKLaXycd24Wr5ZeOKLhEHccas_Ig89j40AuiIevUa9/s1600/badar3.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhubMm7pkdQ5llpHmN9r8P-jziorMUN1aMGkGm9vGSfCM2g0xnD8hTKpk5kcpW2HFLahHwqNePhdrQibSMNCImyhKUM3Oy9EnDAh3IKLaXycd24Wr5ZeOKLhEHccas_Ig89j40AuiIevUa9/s400/badar3.jpeg" width="259" /></a></div>
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>MAJLIS PERMESYUARATAN</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Memandangkan kepada perkembangan mengejut dan berbahaya ini, maka
Rasulullah s.a.w pun mengadakan permesyuaratan majlis tertinggi tentera,
di mana Rasulullah melaporkan kedudukan terkini, di dalam sidang ini
masing-masing mengemukakan pendapat dan pandangan, lapisan awam dan
pemimpin tentera semua turut memberi sumbangan dan pendapat
masing-masing, di saat ini terdapat sesetengah hati bergoncang dan
ketakutan untuk menghadapi pertumpahan darah ini, mereka inilah yang
disebut Allah di dalam firmanNya yang bermaksud:</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-size: large;">“Sebagaimana Tuhanmu mengeluarkan mu dari rumahmu dengan kebenaran
jua, sedang sebahagian dari orang-orang yang beriman itu tidak setuju.
Mereka membantahmu tentang kebenaran berjihad setelah nyata, seolah-olah
mereka dihalau kepada kematian yang sedang’mereka lihat”.</span><br />
<span style="font-size: large;">(al-Anfal: 5-6)</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyhqMjGdEuO_a4K8IXLJJT2rBon0U9nf4hQfGt9E7UMJeVm-qAeCcO8eNf5SgUSyGRn5XogdrXJI36bfcxz93U39eE-c4_XNzOjG0GnkBupd7AD1O-elHWwdiET-SolQ104e9CK1N5GJlL/s1600/badar4.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="202" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyhqMjGdEuO_a4K8IXLJJT2rBon0U9nf4hQfGt9E7UMJeVm-qAeCcO8eNf5SgUSyGRn5XogdrXJI36bfcxz93U39eE-c4_XNzOjG0GnkBupd7AD1O-elHWwdiET-SolQ104e9CK1N5GJlL/s400/badar4.jpeg" width="400" /></a></div>
<span style="font-size: large;">Bagi pihak pemimpin tentera, Abu Bakar al-Siddiq sendiri berucap dan
menegaskan sesuatu yang amat baik, kemudian Umar bin al-Khattab pun
berucap dan menegaskan segalanya adalah amat baik, disusuli dengan
al-Miqdad bin Amru yang menegaskan: “Wahai Rasulullah teruskanlah
sebagaimana yang Allah perlihatkan kepada tuan hamba, sesungguhnya kami
tetap bersama-sama tuan, demi Allah kami tidak akan berkata kepada tuan,
seperti Banu Israil berkata kepada Musa: “Pergilah dikau bersama Tuhan
kau, dan berperanglah kamu berdua kami akan tunggu di sini”. Tetapi kami
akan berkata: “Ayuh maralah dikau bersama Tuhan kau dan berperanglah,
sesungguhnya kami bersama kamu untuk berperang, demi Dia Tuhan yang
telah mengutuskan dikau dengan kebenaran, seandainya kau membawa kami ke
“Birak al-Ghimad” nescaya kami bertempur bersama tuan tanpa
menghiraukan apa pun, sehinggalah kita sampai ke sana”. Rasulullah
membalas kepadanya dengan baik di samping berdoa untuk beliau.</span><br />
<span style="font-size: large;">Tiga tokoh tadi adalah dari pimpinan Muhajirin, mereka merupakan
majoriti di dalam tentera Islam, seterusnya Rasulullah ingin mengetahui
pendapat pemimpin Ansar pula, kerana mereka merupakan majoriti terbesar
kekuatan tentera Islam, lagi pun kekuatan tempor terletak pada golongan
Ansar, tambahan pula nas Baiah al-Aqabah tidak menuntut supaya mereka
berperang di luar kampung halaman mereka, setelah mendengar ucapan tiga
pemimpin tadi Baginda masih menyebut: Wahai kalian berilah pandangan
kamu, lafaz Rasulullah itu dituju kepada al-Ansar, pemimpin al-Ansar dan
pembawa panji, Sa’d bin Muaz segera menangkapi maksud Rasulullah itu
dan terus beliau berkata: “Demi Allah, bagaikan tuan hamba memaksudkan
kami”? Jawab Rasulullah: “Bahkan”.</span><br />
<span style="font-size: large;">Sa’d terus dengan ucapannya: “Sebenarnya kami telah pun beriman
dengan dikau ya Rasulullah, kami membenarkan dikau, kami bersaksi bahawa
apa yang kau bawa itu adalah benar, telahpun kami beri janji-janji dan
kepercayaan kami untuk mendengar dan mentaati, ayuh teruskan wahai
Rasulullah untuk mencapai sesuatu yang dikau kehendaki, demi Tuhan yang
mengutuskan tuan hamba dengan kebenaran, seandainya tuan hamba membawa
kami mengharungi lautan nescaya kami harungi, tak seorang pun akan
berkecuali, kami bersenang hati dikau membawa kami untuk menemui seteru
pada esok hari, kami ini jenis bersabar dan bertahan di dalam
peperangan, penuh kepercayaan untuk bertarung dan berhadapan dengan
musuh, semoga Allah memperlihatkan sesuatu yang menyenangkan mata
melihat, ayuh bawalah kami ke hadapan penuh keberkatan dari Allah”</span><br />
<span style="font-size: large;">Di dalam riwayat yang lain menyebut, Sa’d bin Muaz berkata kepada
Rasulullah: “Boleh jadi tuan hamba merasakan bahawa pihak Ansar
berpendapat sokongannya kepada tuan hamba hanya di perkarangan kampung
mereka sahaja, di sini hamba menegaskan bagi pihak Ansar dan menjawab
bagi pihak mereka: Ayuh bergeraklah ke mana sahaja, hubungilah siapa
yang tuan hamba suka, putuskanlah hubungan dengan sesiapa yang tuan
hamba suka, ambillah harta kami sesuka tuan hamba, tinggalkanlah kadar
mana harta harta itu kepada kami sesuka hati tuan hamba, sesuatu yang
tuan ambil dari kami itu adalah paling kami senangi lebih dari apa yang
tuan tinggalkan, sesuatu yang tuan perintahkan itu, maka urusan kami
adalah ikutan kepada suruhan tuan itu, demi Allah sekiranya tuan membawa
kami untuk sampai di Birak al-Ghimad nescaya kami turuti. Dan Demi
Allah seandainya tuan hamba membawa kami mengharungi lautan nescaya kami
harungi”.</span><br />
<span style="font-size: large;">Rasulullah terharu dengan kata-kata Sa’d itu dan terasa segar dan bertenaga, kemudian Rasulullah bersabda yang bermaksud:</span><br />
<span style="font-size: large;"> “Ayuh bergeraklah dan bergembiralah dengan berita baik, kerana
sesungguhnya Allah telah menjanjikan daku salah satu dari dua kelompok
itu, demi Allah sekarang bagaikan daku sedang menyaksi kemusnahan kaum
musyrikin “.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>TENTERA ISLAM MENERUSKAN PERJALANANNYA</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah itu Rasulullah pun berpindah dari Zufran melalui lurah-lurah
yang dikenali sebagai al-Asafir, kemudian Baginda turun ke kampung
dikenali sebagai “al-Diah” menyusur ke bawah meninggalkan “al-Hanan” ke
sebelah kanan yang merupakan gua seakan-akan bukit dan darinya Baginda
menuju ke tempat berhampiran “Badar”.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>RASULULLAH MENGGERAK OPERASI PERISIKAN</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Rasulullah s.a.w telah bertindak sendiri bersama temannya yang pernah
bersama-sama di dalam gua Hira’ iaitu Abu Bakar al-Siddiq, untuk
bersiar-siar di sekitar khemah tentera Makkah, tiba-tiba mereka bertemu
dengan seorang syeikh al-Arab, Rasulullah s.a.w pun segera bertanya
kepada beliau mengenai Quraisy dan Muhammad dengan sahabat-sahabatnya.
Baginda bertanya mengenai kedua tentera itu dengan tujuan merahsiakan
diri Baginda, tetapi jawab syeikh al-Arab itu: “Aku tidak akan ceritakan
kepada kamu berdua kecuali setelah kamu memberitahu daku siapa kamu
berdua ini”? Jawab Rasulullah s.a.w: “Sekiranya saudara memberitahu akan
kami beritahu”. Kata syeikh al-Arab: “Ayuh begitu caranya”, jawab
Rasulullah s.a.w: “Memanglah itu caranya”.</span><br />
<span style="font-size: large;">Kata syeikh al-Arab: “Cerita yang ku dengar bahawa Muhammad dan
sahabat-sahabatnya telah keluar pada hari sekian, sekian, sekiranya
benar cerita itu mereka sekarang ini berada di tempat sekian, sekian
iaitu tempat tentera al-Madinah sedang berkhemah manakala Quraisy pula
telah keluar pada hari sekian, sekian, dan kalau benar ceritanya itu
maka mereka di hari ini berada di tempat sekian, sekian iaitu tempat
tentera Makkah sedang berkhemah”.</span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah beliau selesai menceritakan beliau bertanya: “Dan siapa kamu
berdua ini”? Jawab Rasulullah: “Kami ini dari “Ma”" dengan itu
Rasulullah terus beredar, syeikh tadi kehairanan memikirkan apa dari
“Ma” itu apakah dari “Ma” al-Iraq? (atau “Ma” yang bererti air).</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>MEMPEROLEHI MAKLUMAT TERPENTING MENGENAI TENTERA MAKKAH</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Di petang hari yang sama Baginda mengutus lagi risikan-risikannya,
semua untuk memungut lagi maklumat seteru, tugas ini
dipertanggungjawabkan kepada tiga pemimpin Muhajirin, Ali bin Abi Talib,
al-Zubair bin al-Awwam dan Sa’d bin Abi Waqqas bersama beberapa orang
sahabatnya yang lain, mereka sampai ke telaga “Badar”, Di sana mereka
terserempak dengan dua orang suruhan Quraisy mengambil air untuk tentera
Makkah, mereka memberkas dua orang pengambil air dan dibawa ke hadapan
Rasulullah, sedang di masa itu Rasulullah tengah bersembahyang, kalian
yang ada di situ memeriksa mereka berdua dan berkata: “Kami pengambil
air untuk tentera Quraisy mereka mengantar kami untuk mengangkut air
untuk mereka” namun orang Islam tidak bersenang hati, kerana mereka
mengharapkan mereka berdua itu orang suruhan Abu Sufian (kerana mereka
masih berhasrat untuk menawan kabilah Quraisy) mereka membelasah
kedua-dua orang suruhan itu dengan parahnya, hingga mereka berdua
terpaksa mengaku: “Ya kami ini orang Abu Sufian, dengan itu dua orang
itu ditinggalkan.</span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah selesai bersembahyang, Rasulullah berkata kepada mereka
sebagai memarahi tindakan mereka itu. Ayuh bila mereka bercakap benar
kamu belasah mereka, tetapi bila mereka mendustakan kamu, kamu biarkan
mereka pula, mereka berdua ini memang bercakap benar, sebenarnya mereka
berdua ini adalah orang suruhan tentera Makkah.</span><br />
<span style="font-size: large;">Selepas itu Rasulullah s.a.w bertanya dua orang suruhan yang
diberkas, katanya: “Ceritakan kepada ku perihal Quraisy”, jawab mereka:
“Mereka berada di sebalik bukit pasir itu yang kamu nampak dekat
“al-Udwah al-Qaswa”. Tanya Baginda lagi: “Berapa ramai tentera Quraisy
itu”. Jawab mereka: “Memang banyak”. Tanya Baginda, “Berapa
bilangannya?” Jawab mereka : “Kami tak dapat mengetahuinya”. Kata
Rasulullah s.a.w: “Berapa ekor sembelihan mereka sembelih setiap hari?”
Jawab mereka berdua: “Sehari sembilan dan sehari sepuluh”. Kata
Rasulullah: “Jadi mereka itu di antara sembilan ratus dan seribu, tanya
Baginda lagi: “Siapa di antara mereka orang-orang kenamaan?” Jawab
mereka berdua: “Utbah bin Rabiah dan saudaranya Syaibah, Abu
al-Bukhturi, Ibnu Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwnilid,
al-Harith bin Amir, Tu’aimah bin Adi, al-Nadhr bin al-Harith, Zamaah bin
al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam dan Umaiyah bin Khalaf,” mereka adalah
di antara tokoh Quraisy yang sempat disebut oleh dua orang suruhan
Quraisy. Rasulullah berdiri di hadapan kaum muslimin dan berkata: Itu
dia Makkah yang telah datang kelmarin dengan anak-anak kesayangan dan
buah hatinya. (to be continue ...)</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-11713882876497554842012-06-29T03:32:00.000-07:002012-06-29T03:33:34.814-07:00MENYELAMI PERANG BADAR (Bag. 2)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOhNqKXO-PUOe1hELkqY1Qq_WJEGKJATjgs21p8kUNTZe8tPVEBEEsEHFItEIM91Q4-idfapclFjDqebK259CsWjI7U1ISYFDdzU1le-bFMgyqsQvGdjYnGkIMGDGb3vBqZdncOnO72cts/s1600/badar2.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOhNqKXO-PUOe1hELkqY1Qq_WJEGKJATjgs21p8kUNTZe8tPVEBEEsEHFItEIM91Q4-idfapclFjDqebK259CsWjI7U1ISYFDdzU1le-bFMgyqsQvGdjYnGkIMGDGb3vBqZdncOnO72cts/s400/badar2.jpeg" width="266" /></a></span></div>
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>PEMBERITAHUAN KEPADA PENDUDUK DI MAKKAH</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Pengedalian kafilah Quraisy ini sebenarnya di bawah tanggungjawab Abu
Sufian sepenuhnya, di mana beliau begitu berjaga dan amat berwaspada
kerana beliau menyakini jalan ke Makkah itu amat merbahaya, oleh yang
demikian beliau sentiasa menghantar pengintip-pengintip untuk
memperolehi maklumat, selain dari itu beliau selalu bertanya setiap
musafir atau tunggangan yang beliau temui di sepanjang perjalanannya
itu. </span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: large;">Tidak berapa lama kemudian beliau memperolehi maklumat dari
risikannya bahawa Muhammad s.a.w telah pun mengerah tenaga sahabatnya
untuk menawan kafilahnya, dengan segera Abu Sufian mengupah Dhamdham bin
Amru al-Ghifari ke Makkah, di sana Dhamdham melaung dan meminta bantuan
kepada pihak Quraisy untuk menghantar gerakan penyelamat kafilah mereka
buat menghalang Muhammad s.a.w dan sahabatnya daripada bertindak
terhadap harta mereka itu begitulah tindakan Dhamdham kepada Quraisy
dari atas belakang untanya, setelah memotong hidung untanya seterusnya
beliau mengoyak bajunya untuk dikibar-kibarkan kepada Quraisy sambil
berteriak: Kalian Quraisy, celaka dan celaka harta kamu bersama Abu
Sufian itu, telah dihalang oleh Muhammad s.a.w dan sahabat-sahabatnya,
aku tak nampak kamu berkesempatan dengannya, tolong tolonglah !!!</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>PENDUDUK MAKKAH BERSEDIA UNTUK BERPERANG</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Semua orang di Makkah bersiap dan bergerak dengan pantas dan mereka
berkata: Apakah Muhammad ingat kafilah kita itu seperti kafilah Ibnu
al-Hadhrami? Dengan mudah boleh direbut dari tangan kita? Tidak!! Demi
Allah biar dia tahu bukan semudah itu dia boleh bertindak. Pihak Quraisy
bertindak samada keluar sendiri atau menghantar penggantinya, untuk
keluar mereka telah mengerah tenaga habis-habisan, tidak seseorang pun
dari pemuka mereka mengecualikan diri selain dari Abu Lahab, namun
beliau tetap menghantar pengantinya yang telah berhutang dengannya.
Selain dari itu, mereka juga mengerakkan kabilah-kabilah Arab di
sekeliling Makkah, semua puak turut keluar kecuali Banu Adi sahaja, di
mana tidak seorang pun dari mereka yang turut serta.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>KEKUATAN TENTARA MAKKAH</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Kekuatan tentera Makkah terdiri dari seribu tiga ratus (1,300) askar
pada permulaan, dengan seratus ekor kuda, enam ratus perisai, manakala
unta terlalu banyak bilangan yang tidak dapat dipastikan anggaran dengan
terperinci. Pemimpin agung mereka ialah Abu Jahal bin Hisyam, makanan
dibekal oleh sembilan orang kenamaan Quraisy, mereka menyembelih
kadangkala sembilan atau sepuluh ekor unta sehari.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>PERSOALAN KABILAH-KABILAH BANU BAKR</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Semasa tentera Makkah mula bergerak, Quraisy teringat permusuhan
dengan kabilah-kabilah Banu Bakr, mereka takut kabilah ini akan menikam
mereka dari belakang, jadi mereka akan tersepit di antara dua musuh,
hampir-hampir permasalahan ini melemah dan menggagalkan usaha mereka,
tetapi iblis telah menjelma dalam rupa paras Suraqah bin Malik Ibnu
Ja’syam al-Mudlaji, ketua Kabilah Banu Kinanah, dengan menyeru kepada
mereka kalian: Aku adalah penjamin kepada kamu di mana Kinanah tidak
akan menyerang dari belakang kamu, suatu hal yang kamu tidak senang
dengannya.</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPHmHoSyMkCcWLKvTe3Sq9NBg0RYuI0mujNr9w81x-S_OBbKmlU1239T91hLp88NGRPJkMytRNsE9glmmAIEUX0Kk8hFkmHqKyGoE_1Jnn2jZsAmMaRU2Mn73lyV0qaVQHaaSLcPJXx504/s1600/badar.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="299" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPHmHoSyMkCcWLKvTe3Sq9NBg0RYuI0mujNr9w81x-S_OBbKmlU1239T91hLp88NGRPJkMytRNsE9glmmAIEUX0Kk8hFkmHqKyGoE_1Jnn2jZsAmMaRU2Mn73lyV0qaVQHaaSLcPJXx504/s400/badar.jpeg" width="400" /></a></span></div>
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>TENTARA MAKKAH BERGERAK</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah itu mereka pun bergerak keluar dari Makkah, sebagaimana yang disifatkan oleh Allah yang bermaksud:</span><br />
<span style="font-size: large;">“Dengan penuh lagak sombong menunjuk-nunjuk kepada orang ramai, serta mereka menghalangi manusia dari jalan Allah. ”</span><br />
<span style="font-size: large;">(al-Anfal: 47)</span><br />
<span style="font-size: large;">Dan mereka mara ke hadapan sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah dengan hadis yang bermaksud:</span><br />
<span style="font-size: large;">“Mereka mencabar Allah dan RasulNya dengan segala tenaga dan kekuatan persenjataan mereka.”</span><br />
<span style="font-size: large;">Menepati firman Allah yang bermaksud:</span><br />
<span style="font-size: large;">“Dan bergeraklah mereka pada pagi itu, penuh kepercayaan yang mereka akan berkuasa, bagi menghalang kaum miskin”.</span><br />
<span style="font-size: large;">(al-Qalam: 25)</span><br />
<span style="font-size: large;">Langkah-langkah mereka penuh ta’sub, hasad dengki, dendam kesumat dan
iri hati ke atas Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, lantaran para
sahabat ini berani mengancam kabilah mereka. Mereka bergerak secepat
kilat ke arah utara menuju “Badar”, dengan melalui “Wadi Asafan”, ke
Qadid kemudian ke Juhfah, di sana mereka telah menerima berita baru dari
Abu Sufian yang menyebut: Sebenarnya kamu keluar ini untuk
menyelamatkan kabilah kamu, orang-orang kamu dan harta kamu, tetapi kini
kita telah diselamatkan Thhan jadi kalian bolehlah pulang.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>KABILAH DAPAT MELEPASKAN DIRI</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Kisah Abu Sufian dan Kabilah yang melalui jalan utara itu adalah amat
berjaga-jaga dan waspada, beliau menambah lagi gerakan merisik, sebaik
sahaja mereka menghampiri “Badar” beliau mara ke hadapan mendahului
kabilah, di situ beliau menemui Majdi bin Amur, Abu Sufian bertanyakan
beliau mengenai tentera al-Madinah, jawab Majdi: “Aku tidak melihat
seorang pun dari mereka yang diragui, cuma tadi ada dua orang penunggang
telah berhenti di bukit itu, setelah minum air bekalan, mereka pun
beredar dari situ”, Abu Sufian pun segera ke tempat dua penunggang
berehat tadi, beliau mengambil najis unta tunggangan dua orang
penunggang yang singgah di situ, kemudian beliau memecahkan najis dan
memeriksanya. Tiba-tiba beliau mendapati najis itu mengandungi bijian,
maka kata beliau: “Demi Allah ini adalah makanan binatang dari Yathrib,
segera beliau kembali ke kabilahnya, dengan itu beliau memalingkan
pergerakan kabilahnya ke arah pantai sebelah barat, meninggalkan jalan
utara ke Badar yang di sebelah kiri. Dengan itu kabilahnya terselamat
dari terjatuh ke tangan tentera al-Madinah, sebab itulah maka beliau
mengutus surat kepada angkatan tentera Makkah, yang mana mereka menerima
suratnya itu semasa tentera Makkah telah berada di al-Juhfah.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>TENTARA MAKKAH BERNIAT UNTUK BERPUTAR BALIK DAN KERETAKAN DALAM BARISAN KEPIMPINAN MAKKAH</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah tentera Makkah sedang berada di Juhfah menerima perutusan
dari Abu Sufian, mereka pun bercadang untuk kembali semula ke Makkah,
tetapi pemimpin taghut Quraisy Abu Jahal yang sombong, bongkak dan
takbur bangun menyeru: “Demi Allah kita tidak akan pulang kecuali
setelah kita sampai ke Badar, di sana kita akan berkhemah tiga malam,
kita sembelih sembelihan, kita makan sepuas-puasnya, minum khamar, dan
kita berhibur dengan artis-artis penyanyi, sehingga dengan itu kita akan
di dengar oleh bangsa Arab tentang pergerakan dan perhimpunan kita,
seterusnya mereka akan gerun dengan sikap kita itu untuk
selama-lamanya”.</span><br />
<span style="font-size: large;">Bercanggah dengan Abu Jahal, al-Akhnas bin Syuraiq telah mengeluar
pendapat dan bantahan untuk pulang ke Makkah, namun mereka tidak
bersetuju dengannya, untuk demikian beliau menarik diri untuk pulang
bersama-sama kabilahnya Banu Zuhrah, al-Akhnas merupakan sekutu Quraisy
dan ketua Kabilah Banu Zuhrah di dalam gerakan ketenteraan ini, lantaran
itu tiada seorang pun dari Banu Zuhrah yang menyertai peperangan Badar,
kekuatan mereka lebih kurang tiga ratus (300) orang, Banu Zuhrah amat
gembira dan berpuas hati dengan pendapat al-Akhnas bin Syuraiq itu,
hingga dengannya beliau menjadi tokoh pemimpin pilihanny a yang
didengari, ditaati dan dih’ormati.</span><br />
<span style="font-size: large;">Banu Hasyim pun hendak pulang juga, tetapi Abu Jahal berkeras dengan
mereka, katanya: “Kamu tidak boleh bercerai dengan kami, ikut kami
hingga kami pulang”. Dengan itu tentera Makkah pun rnara ke hadapan
dengan kekuatan tentera seramai seribu orang askar, selepas penarikan
diri oleh Banu Zuhrah, menuju Badar, angkatan Makkah bergerak hingga
sampai hampir ke Badar, di sebalik guar (tanah tinggi) di lembah
“al-Udwah al-Qaswa” bersempadan dengan lembah Badar.</span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><u><b>PENDIRIAN TENTARA ISLAM YANG KRITIKAL</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Risikan tentera Madinah melaporkan kepada Rasulullah s.a.w yang pada
ketika itu masih lagi berada di “Wadi Zufran” mengenai kabilah dan
angkatan tentera Makkah, hasil analisa dan perkiraan bahawa pasti sudah
tidak dapat dielak lagi pertumpahan darah. Di dalam suasana ini sudah
tidak dapat tidak, harus mara ke hadapan dan semestinya tidak boleh
berundur, kemaraan harus pula didasarkan kepada keberanian, kecekalan,
keperwiraan dan ketegasan, tidak syak lagi kalaulah dibiarkan tentera
Makkah bermaharajalela di daerah ini, ianya akan menjadi alasan dan
dorongan kepada Quraisy untuk terus berkuasa, malah akan merupakan
penerusan kepada kuasa politiknya, di masa yang sama akan melemahkan
kredebeliti umat Islam dan kuasanya, malah mungkin akan mengakibatkan
gerakan Islam akan tinggal badan tanpa roh dan kekuatan, akan memberi
laluan seluas-luasnya kepada segala jenis kejahatan dan hasad kesumat
untuk berbuat apa sahaja terhadap Islam.</span><br />
<span style="font-size: large;">Selepas kesemuanya itu, siapakah yang akan menjamin keselamatan umat
Islam, kiranya pihak Quraisy dan tentera Makkah mara ke Madinah siapa
yang akan menghalangnya, pertempuran mungkin akan berpindah ke pintu
masuk Madinah, kemudian mereka akan mara hingga ke tengah-tengah Madinah
sendiri, tidak sama sekali, kalau diandaikan berlakunya ketewasan
kepada tentera Madinah sudah pasti satu kesan buruk akan menimpa
kehebatan kaum muslimin dan maruah mereka. (to be continue ...)</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7035872682786807481.post-87231258248626812122012-06-29T02:49:00.000-07:002012-06-29T03:33:08.137-07:00MENYELAMI PERANG BADAR (Bag. 1)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv5UykHRvCy4HBd34lXIu6MLNANob_tqrL1YGPnzb33qQwYuaKVSciEXQjzTKRwvBUZjbX9qSnOQPrfdgXVE4t4cb-bypoxa3RXk3mSgBm99aALaR7az5pBctWthO1n8DXmEs10U6t93F7/s1600/badar.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="299" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv5UykHRvCy4HBd34lXIu6MLNANob_tqrL1YGPnzb33qQwYuaKVSciEXQjzTKRwvBUZjbX9qSnOQPrfdgXVE4t4cb-bypoxa3RXk3mSgBm99aALaR7az5pBctWthO1n8DXmEs10U6t93F7/s400/badar.jpeg" width="400" /></a></span></div>
<span style="font-size: large;"><br /></span><br />
<span style="font-size: large;"><u><b>FAKTOR PENDORONG</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah kita sebutkan mengenai Ghazwah al-Asyirah di mana Kabilah
Quraisy dapat melepaskan diri dari sekatan Rasulullah, semasa
pemergiannya dari Makkah ke negeri al-Syam, bila hampir masa
kepulangannya dari sana ke Makkah, Rasulullah telah mengutus Talhah bin
Abdullah dan Said bin Zaid ke sebelah utara, bertugas mengintip dan
memperolehi maklumat terperinci mengenai hal tersebut, mereka bergerak
hingga ke daerah al-Hawra’, mereka di sana hinggalah Abu Sufian dan
Kafilahnya berlalu, mereka pun segera pulang ke Madinah melaporkan
perkembangan kepada Rasulullah.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: large;"><br /></span><br />
<span style="font-size: large;">Kafilah Abu Sufian itu sarat dengan harta dan barangan penduduk
Makkah, terdiri dari seribu ekor unta penuh dengan muatan dan harta
benda, dianggarkan tidak kurang dari lima puluh ribu dinar emas,
pengawal hanya empat puluh orang sahaja. Inilah peluang keemasan yang
harus diambil kesempatan untuk tentera Madinah, dan pukulan tepat pada
sasaran ketenteraan, politik dan ekonomi terhadap musyrikin sekiranya
semua harta ini dapat dirampas dari tangan mereka. Dengan itu Rasulullah
mengisytiharkan kepada kaum muslimin dengan sabdanya yang bermaksud:
“Ini dia kafilah Quraisy yang penuh dengan harta mereka, ayuh keluarlah
kamu semoga Allah menjadikannya sebagai harta rampasan untuk kamu.”</span><br />
<span style="font-size: large;">Baginda tidak menggesa sesiapa pun untuk keluar. Baginda hanya
membiarkan perkara ini terbuka secara mutlak, kerana Baginda tidak pula
menyangka akan bertarung dengan tentera Makkah, sehebat apa yang terjadi
di medan Badar itu. Justeru itu, maka sebahagian besar dari sahabat
berada di Makkah, dan mereka mengira Rasulullah keluar itu tidak lebih
dari Sariyah-Sariyah yang lepas, maka sebab itulah Rasulullah tidak
membantah terhadap mereka yang tidak turut bersama.</span><br />
<span style="font-size: large;"><br /></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3JtTtuHUGpfwH0H3jUt8r4JPq1DFPVKxQNO0H0yACjSiYVOoyL_iHkkV3mqu3pIy_bfZ2MXBszh6F00B1sFYikQU3qgszBcpgiZu9bCjEpHMRBvmkfrxw31llXr6YGfL51C8MCc5jOHkB/s1600/badar2.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3JtTtuHUGpfwH0H3jUt8r4JPq1DFPVKxQNO0H0yACjSiYVOoyL_iHkkV3mqu3pIy_bfZ2MXBszh6F00B1sFYikQU3qgszBcpgiZu9bCjEpHMRBvmkfrxw31llXr6YGfL51C8MCc5jOHkB/s400/badar2.jpeg" width="400" /></a></span></div>
<span style="font-size: large;"><u><b>KADAR KEKUATAN TENTERA ISLAM DAN PENGALIHAN PIMPINAN</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Kini Rasulullah dalam keadaan bersedia untuk keluar bersama-sama
dengan tiga ratus tiga belas orang (313 atau 314 atau 317 orang) 82
Muhajirin (83 atau 86 orang) al-Aws seramai 61 orang dan 170 orang
al-Khazraj, mereka tidaklah begitu bersiap sangat dan tidaklah membawa
peralatan yang selengkapnya, tunggangan mereka hanya dua ekor kuda, kuda
al-Zubair bin al-Awwam dan kuda al-Miqdad bin al-Aswad al-Kindi,
manakala unta bersama mereka hanya tujuh puluh ekor yang ditunggang
secara bergilir untuk dua atau tiga orang, Rasulullah bergilir dengan
Ali dan Mirthad bin Abi Mirthad al-Ghanawi dengan seekor unta.</span><br />
<span style="font-size: large;">Rasulullah melantik Ibnu Ummi Maktum sebagai khalifahnya untuk
mengendali urusan Madinah dan solat. Tetapi setibanya Rasulullah di
“al-Rawha” Rasulullah menghantar balik Abu Lubabah bin al-Munzir untuk
mengendalikan urusan pentadbiran Madinah.</span><br />
<span style="font-size: large;">Panji pimpinan berwarna putih diserahkan kepada Mus’ab bin Umair
al-Qurasyi al-Abdari, Baginda membahagikan tentera kepada dua katibah
(pasukan):</span><br />
<span style="font-size: large;">1. Katibah orang Muhajirin benderanya diberi kepada Ali bin Abi Talib.</span><br />
<span style="font-size: large;">2. Katibah al-Ansar, benderanya diberikan kepada Sa’d bin Muaz.</span><br />
<span style="font-size: large;">Sayap kanan diletakkan di bawah pimpinan al-Zubair bin al-Awwam,
sayap kiri pula di bawah pimpinan al-Miqdad bin Umar, kedua-dua mereka
ini adalah tentera berkuda di dalam tentera Islam ini. Pemimpin barisan
belakang ialah Quis bin Abi Sa’saah, pimpinan tertinggi masih disandang
oleh Baginda sebagai terus agong pimpinan tentera Islam.</span><br />
<span style="font-size: large;"><br /></span><br />
<span style="font-size: large;"><u><b>TENTERA ISLAM BERGERAK KE ARAH BADAR</b></u></span><br />
<span style="font-size: large;">Rasulullah bergerak dengan tenteranya yang tidak bersiap-sedia untuk
berperang, sehingga keluarlah dari kawasan al-Madinah, dan terus
berjalan hingga ke jalan utama ke Makkah, hingga sampai ke daerah
al-Rawha, beberapa ketika setelah Baginda melintasi al-Rawha Baginda
tinggalkan jalan ke Makkah di sebelah kiri dan menyusur ke arah kanan
melalui al-Naziyah, ertinya Baginda bertala (menuju) ke Badar di situ
Baginda mengambil jalan ke Badar, darinya Baginda sampai ke lembah Jaza’
yang dikenali sebagai Rahqan, yang kira-kira terletak di antara
al-Naziyah dan segenting al-Safra’, Baginda melintasi segenting
al-Safra’ itu, dari situ Baginda menjunam hingga sampai ke al-Safra’ dan
darinya Baginda mengutus Basis Ibnu Umar al-Juhani dan Adi bin Abi
al-Zaghba’ ke Badar untuk mengumpul maklumat mengenai Kafilah Quraisy. <a href="http://musuhmuslimin.blogspot.com/2012/06/mnyelami-perang-badar-bag-2.html"><i>(to be continue...)</i></a></span><br />
<span style="font-size: large;"><br /></span><br />
<span style="font-size: large;"><a href="http://dakwah.info/seerah-nabawiyah/peperangan-badar-al-kubrasalah-satu-peperangan-awal-penentu-dalam-islam/">(Dakwah.info)</a></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01922174313151302262noreply@blogger.com0